Semenit Saja

Rabu, 01 April 2009
Betapa besarnya nilai uang kertas senilai Rp.100.000
Apabila dibawa ke Gereja untuk disumbangkan;
namun
betapa kecilnya kalau dibawa ke Mall untuk dibelanjakan!

Betapa lamanya melayani Allah selama lima belas menit
namun
Betapa singkatnya kalau kita melihat film.

betapa sulitnya untuk mencari kata-kata ketika berdoa (spontan)
namun
betapa mudahnya kalau mengobrol atau bergosip dengan pacar / teman
tanpa harus berpikir panjang-panjang.

Betapa asyiknya apabila pertandingan bola diperpanjang waktunya ekstra
namun
kita mengeluh ketika khotbah di Gereja lebih lama sedikit daripada biasa.

Betapa sulitnya untuk membaca satu ayat Kitab Suci
tapi
betapa mudahnya membaca 100 halaman dari novel yang laris.

Betapa getolnya orang untuk duduk di depan dalam pertandingan atau konser
namun
lebih senang berada di kursi paling belakang ketika berada di Gereja


Betapa Mudahnya membuat 40 tahun dosa demi memuaskan nafsu birahi semata,
namun
alangkah sulitnya ketika menahan nafsu selama 3 hari ketika berpuasa.

Betapa sulitnya menyediakan waktu untuk ibadah;
namun
betapa mudahnya menyesuaikan waktu dalam sekejap pada
saat terakhir untuk event yang menyenangkan.

Betapa sulitnya untuk mempelajari arti yang terkandung di dalam Kitab Suci
namun
betapa mudahnya untuk mengulang-ulangi gosip yang sama kepada orang lain.

Betapa mudahnya kita mempercayai apa yang dikatakan oleh koran
namun
betapa kita meragukan apa yang dikatakan oleh Kitab Suci .

Betapa setiap orang ingin masuk sorga seandainya tidak perlu untuk percaya
atau
berpikir,atau mengatakan apa-apa,atau berbuat apa-apa.

Betapa kita dapat menyebarkan seribu lelucon melalui e-mail,
dan menyebarluaskannya dengan FORWARD seperti api;
Namun
kalau ada mail yang isinya tentang Kerajaan Allah betapa seringnya kita
ragu-ragu, enggan membukanya dan mensharingkannya, serta langsung klik pada
icon *DELETE*

Note : Hidup adalah pilihan. Apapun pilihanmu, selama itu bergantung pada dirimu, putuskanlah dengan bijak. Manusia menimbang2 dalam hatinya tapi Keputusan hati dari Tuhan datangnya...

Temanku Polisi

Dari kejauhan, lampu lalu-lintas di perempatan itu masih menyala hijau.

Jono segera menekan pedal gas kendaraannya. Ia tak mau terlambat. Apalagi ia tahu perempatan di situ cukup padat, sehingga lampu merah biasanya menyala cukup lama. Kebetulan jalan di depannya agak lengang.

Lampu berganti kuning.

Hati Jono berdebar berharap semoga ia bisa melewatinya segera. Tiga meter menjelang garis jalan, lampu merah menyala.Jono bimbang, haruskah ia berhenti atau terus saja.

"Ah, aku tak punya kesempatan untuk menginjak rem mendadak," pikirnya sambil terus melaju.

Prit!

Di seberang jalan seorang polisi melambaikan tangan memintanya berhenti.

Jono menepikan kendaraan agak menjauh sambil mengumpat dalam hati. Dari kaca spion ia melihat siapa polisi itu. Wajahnya tak terlalu asing.

Hey, itu khan Bobi, teman mainnya semasa SMA dulu.Hati Jono agak lega. Ia melompat keluar sambil membuka kedua lengannya.

"Hai, Bob. Senang sekali ketemu kamu lagi!"

"Hai, Jon." Tanpa senyum.

"Duh, sepertinya saya kena tilang nih? Saya memang agak buru-buru. Istri saya sedang menunggu di rumah."

"Oh ya?" Tampaknya Bobi agak ragu. Nah, bagus kalau begitu.

"Bob, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan anak-anak sudah menyiapkan segala sesuatunya. Tentu aku tidak boleh terlambat, dong."

"Saya mengerti. Tapi, sebenarnya kami sering memperhatikanmu melintasi lampu merah di persimpangan ini."

Oooo, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Jono harus ganti strategi.

"Jadi, kamu hendak menilangku? Sungguh, tadi aku tidak melewati lampu merah.. Sewaktu aku lewat lampu kuning masih menyala."

Aha, terkadang berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan.

"Ayo dong Jon. Kami melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIM-mu."

Dengan ketus Jono menyerahkan SIM, lalu masuk ke dalam kendaraan dan menutup kaca jendelanya. Sementara Bobi menulis sesuatu di buku tilangnya.

Beberapa saat kemudian Bobi mengetuk kaca jendela. Jono memandangi wajah Bobi dengan penuh kecewa.Dibukanya kaca jendela itu sedikit..

Ah, lima centi sudah cukup untuk memasukkan surat tilang. Tanpa berkata-kata Bobi kembali ke posnya. Jono mengambil surat tilang yang diselipkan Bobi di sela-sela kaca jendela. Tapi, hei apa ini. Ternyata SIMnya dikembalikan bersama sebuah nota. Kenapa ia tidak menilangku. Lalu nota ini apa? Semacam guyonan atau apa? Buru-buru Jono membuka dan membaca nota yang berisi tulisan tangan Bobi.

"Halo Jono, Tahukah kamu Jon, aku dulu mempunyai seorang anak perempuan. Sayang, ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang ngebut menerobos lampu merah. Pengemudi itu dihukum penjara selama 3 bulan.

Begitu bebas, ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi. Sedangkan anak kami satu-satunya sudah tiada. Kami masih terus berusaha dan berharap agar Tuhan berkenan mengkaruniai seorang anak agar dapat kami peluk. Ribuan kali kami mencoba memaafkan pengemudi itu. Betapa sulitnya. Begitu juga kali ini.

Maafkan aku Jon. Doakan agar permohonan kami terkabulkan. Berhati-hatilah. (Salam, Bobi)".

Jono terhenyak. Ia segera keluar dari kendaraan mencari Bobi. Namun, Bobi sudah meninggalkan pos jaganya entah ke mana. Sepanjang jalan pulang ia mengemudi perlahan dengan hati tak menentu sambil berharap kesalahannya dimaafkan... ....

Tak selamanya pengertian kita harus sama dengan pengertian orang lain. Bisa jadi suka kita tak lebih dari duka rekan kita. Hidup ini sangat berharga, jalanilah dengan penuh hati-hati. Drive Safely Guys..